Skip to main content

Penjelasan Maruarar Mengenai Soal Milenial dan Akulturasi Budaya Indonesia

Penjelasan Maruarar Mengenai Soal Milenial dan Akulturasi Budaya Indonesia

Bangka Belitung merupakan salah satu daerah yang bisa dijadikan cermin akulturasi budaya di Indonesia. Di Bangka Belitung, antara etnis China dan suku Melayu bisa sangat berbaur dengan sangat baik.

Demikian yang disampaikan oleh Yusri, seorang mahasiswa Bangka Belitung, kepada politisi muda PDI Perjuangan yakni Maruarar Sirait dalam acara Milenia Fest di Djakarta Theater, Jakarta, Minggu (28/10/2018).

Ribuan peserta yang berasal dari para Ketua OSIS se-Jakarta dan aktivis mahasiswa dari kelompok Cipayung menghadiri acara yang bertajuk Aktivis Milenial.

Yusri mengatakan bahwa hal ini sebab Maruarar Sirait berhasil membangun pluralisme yang baik dan merawat keberagaman Indonesia dengan bukti nyata.

Tetapi, Maruarar menjadi anggota DPR sampai dengan tiga periode dari daerah pemilihan Subang, Majalengka dan Sumedang, yang 99 persen beragama Islam dan 95 persen bersuku Sunda.

Bangka menjawab bahwa ia juga pernah ditanya oleh Gus Dur. Gus Dur bertanya, mengapa Maruarar bisa menang di Dapil yang secara entitas berbeda dengannya.

“Saya sampaikan apa adanya. Saya 15 tahun di sana. Ratusan kali saya masuk mushola, masjid, Islamic Center, di mana saya rasa aman dan nyaman. Jadi kalau ada yang bilang orang Islam macam-macam, bukti nyata yang saya temuka orang Islam itu cintai damai,” ungkap Maruarar, yang langsung disambut tepuk tangan ribuan hadirin.

Maruarar sudah 15 tahun menjadi anggota DPR. Tiga periode menjabat sebagai anggota DPR, Maruarar masuk ke parlemen pertama kalinya pada usia 34 tahun pada tahun 2004.

“Di periode pertama, perolehan suara saya 30 ribu. Di periode kedua, 100 ribu, Dan di periode ketiga 130 ribu. Artinya, kalau kita bisa jaga kepercayaan rakyat, maka kita akan dipercaya oleh rakyat,” kata Maruarar Sirait.

Dalam kesempatan ini, Maruarar sempat mengajak peserta dialog. Dialog seputar keinginan, cita-cita dan nilai-nilai idealisme bagi kaum milenial. Dalam diskusi disimpulkan bahwa anak-anak milenial lebih suka menjadi pemimpin daripada yang dipimpin, lebih suka menjadi trendsetter daripada follower, lebih suka membuat sejarah daripada sekedar membaca sejarah orang lain dan masa silam.
“Maka saya ajak anak-anak milenial, untuk mari membuat dan mencetak sejarah,” ungkap Maruarar, yang disambut tepuk tangan ribuan hadirin.

Comments

Popular posts from this blog

Permohonan Keluarga Ratna Sarumpaet Mengajukan Status Tahanan Kota

Kementerian PUPR Memberikan Hibah Senilai Rp1,8 Triliun

Momentum Pemuda-Pemudi, Semangat untuk Menjaga Persatuan Bangsa